Candi Tetek Pasuruan-2
Kami bertiga sampai dicandi tetek ini jam setengah empat, kami menunggu giliran antri untuk mandi di kolam pemandian depan kedua patung itu, menunggu sepinya penduduk untuk mandi dikolam Candi tetek itu. Dan keadan sepi mulailah kami mandi dan rasanya cuman sebentar saja tidak terasa sudah lebih satu jam. Hawa pegunungan mulai terasa dingin kerena matahari mulai tenggelam diufuk barat, maka kami bertiga merasakan hawa yang dingin itu. Keadan sepi dan tidak seperti dikota Surabaya yang ramai dan bising. Sampai waktunya magrib tidak terdengar suara corong, tempat disini jauh dari pemukiman penduduk. Ada dan dua rumah dan warung pembelinya dari orang yang berkunjung ke tempat Cadi Tetek itu dan juga dari orang yang lewat di jalan itu meskipun jarang orang yang lewat.
Waktu berjalan dan sampai waktu isak juga tidak terdengar suara adan, wah asik juga ditempat ini untuk istirahat dan kami bertiga sepakat untuk pulang pagi hari jam enam. Hawa dingin semakin dingin dan penulis mulai menghidupkan radar lagi (mendeteksi tanpa gerakan, cara ini supaya teman penulis tidak tahu) untuk mengetahui energy yang ada disekitarnya. Pada batu relif perempuan seperti mengeluarkan hawa hangat dan semakin penulis teliti ternyata benar, aneh pikir penulis tidak ada api kok mengeluarkan hawa hangat, batu ini sewaktu pertama datang penulis merasakan batu ini menyebarkan energi ke segala penjuru dengan radius yang jauh dan kini penulis merasakan juga terpancarnya hawa hangat memancar dari batu itu.
Penulis jalan-jalan disekitar untuk meneliti energi dan keadannya dan anehnya energi dari sekian lamanya pada jaman Raja Airlangga itu sampai sekarang masih ada pengaruhnya. Terutama bersumber dari kedua patung dan lambang Lingga Yoni. Energinya belum terusik walaupun Candinya sudah banyak yang rusak. Waktu tambah larut kedua teman saya memmakai jaket dan penulis belum memakai jaket walau sudah terasa agak dingin.
Sekitar jam Sembilan lebih saat penulis jalan-jalan seperti ada bayangan orang laki-laki berpakaian putih mengintip dari luar candi dipinggir jalan, merasa ada orang yang mengintip penulis langsung melihatnya tapi orang itu merunduk dan terhalang oleh pagar tembok yang membatasi jalan denga areal candi. Penulis berjalan jalan sambil melihat candi dan apa saja yang ada didalam candi itu, lokasi candi diterangi lampu neon atau lampu TL. Demikian orang yang mengintip tadi terulangi lagi, mengintip dari luar candi ditepi jalan dari tempat yang berbeda penulis sengaja membiarkan dan tetap melihat kearah penulis sepertinya curiga dan memata-matai. Penulis tahu kalu itu bukan manusia akan tetapi dari dimensi lain walau keliahatan-nya jelas dari sudut kerlingan mata. Kemudian penulis melihat kearah orang itu tetapi dengan sigap bersembunyi di balik pagar tembok lagi, demikian terus memata-matai penulis dan teman-teman.
Sampai beberapa kali dimata-matai oleh makhluk halus itu penulis tidak puas dan pikiran logis ingin melihat dan ingin bukti kalau itu makhluk halus, maka ketika penulis lihat dan orang itu besembunyi dibalik pagar tembok lagi. Penulis cepat-cepat melihat dibalik tembok itu jaraknya hanya beberapa langkah dari tempat penulis berdiri, setelah penulis lihat ya tidak ada ada orang, karena memang makhluk dari dimensi lain. Malam semakin larut dan jam 12 kurng seperempat penulis dan kedua teman mencari tempat masing-masing untuk meditasi, bagian ini tidak penulis ceritakan.
Malam semakin larut seusai meditasi kedua teman tidur, tapi penulis tidak tidur dan masih ingin mengetahui mengapa ada hawa hangat yang memancar dari batu perempuan itu, dan meneliti lagi kini menghadap dan membandingkan dengan area sekitar memang benar benar jelas pancaran-nya, kemudian menghadap ke batu laki-laki membandingkan tapi pancarannya tidak sehangat batu perempuan. Kemudian penulis berdiri menghadap batu itu dengan jarak empat langkah dan tepat ditengah-tengah ketua batu itu dan pada posisi penulis dengan batu itu membentuk segi tiga. Ada sensasi aneh dari kedua batu, terasa memancarkan hawa hangat yang sama dan memancar tepat kea rah penulis dan berangsur-angsur hawa hangat menguncup membentuk segitiga dan memfokus ke arah garis tengah tubuh sampai muka bagian garis tengah, ini sensai aneh dan belum pernah penulis alami.
Rasa hangat itu juga ternyata dari sumber dibelakng kedua batu itu dengan jarak kurang lebih 5 meter dibelakang kedua batu memancar dari dalam tanah, sekarang membentuk empat titik yaitu dari kedua batu, dari dalam tanah dan titik satunya berada pada penulis. Bentuk ini membentuk belah ketupat atau jajaran genjang. Energi itu terasa semakin hangat dan kini terfokus pada belahan tengah tubuh dan meresap kedalam tubuh penulis rasa hangatnya, seakan rasa hangatnya sinar matahari pagi. Penulis tidak bawah sandal dan sepatu tidak penulis pakai, seharusnya merasa dingin justru badan penulis terasa hangat jadi tidak perlu pakai jaket.
Penulis penasaran kemudian membalikkan badan dan jaraknya jauh sampai sekitar delapan langkah dan kali ini penulis membelakangi kedua batu itu, sensasi hawa hangat mulai membentuk lagi dan cepat terfokus kesepanjang tulang belakang sampai garis tengah belakang kepala. Hawa hangat itu meresap lagi kedalam tubuh penulis dan rasanya tubuh semakin hangat. Penulis mengerjakan ini sampai empat kali pada jarak yang berbeda, dua kali menghadap dan dua kali membelakangi batu Lingga dan Yoni itu. Empat kali ini hasilnya rasanya benar-benar hangat seperti berjemur di matahari pagi, penulis tetap tidak memakai alas kaki dan tidak memakai jaket, hawa rasanya tidak dingin tetapi terasa hangat dan nyaman.
Teman penulis terbangun dan satunya juga ikut terbangun, merasa kedinginan dan mencari kayu untuk membuat api untuk menghangatkan badan, dan bertanya kepada penulis apakah tidak terasa dingin tidak memakai alas kaki dan tidak pakai jaket, katanya. Penulis jawab tidak begitu dingin kok rasanya, saya tidak kedinginan ! Aneh segini dingin kok tidak dingin jawab teman yang satunya. Penulis tetap merahasiakan rahasia ada hawa hangat itu dan penulisa ceritakan pagi harinya.
Setelah merasa cukup menghangatkan dari api yang dibuat, teman penulis itu mulai tidur lagi sampai beberapa lama, penulis melihat di sekeliling Candi dan bertekat tidak tidur sampai pagi hari. Berjalan-jalan dan sebentar lagi duduk disebelah tempat teman tidur. Tubuh terasa hangat penulis tetap tidak memakai alas kaki dan tidak memakai jaket. Teman sudah tidur kedua-duanya dan terdengar dengkuran-nya walau tidak ada yang keras dengkuran-nya. Di areal candi suasananya terang diterangi dengan beberapa lampu TL dan tidak jauh dari tempat itu di tikungan Juga dikasih lampu TL disitu ada warung dan sudah tutup ditinggal penghuninya pulang. Jalan tikungan itu menurun tajam jika dari arah luar masuk ke candi dan merupakan tanjakan yang tajam jika keluar candi.
Pada waktu penulis melihat warung dan duduk dekat teman yang tidur itu, yaitu kedua teman penulis itu tidur berjajar dibelakang penulis, tempat ini tingginya hampir satu meter dan jika melihat keluar candi dapat melihat dengan sebagian besar jalan. Dan penulis duduk tepat menghadap kearah candi dan kedua patung candi. Dikejauhan terlihat warung yang terang dan jalannya menanjak belok ke kiri. Tiba tiba ada tiga bayangan manusia yang tranparan keluar dari balik jalan warung itu berjalan menurun mendekati candi sampai didepan pintu candi. Setelah itu ketiganya balik dan menuju kejalan semula dan hilang dibalik warung karena terhalang pandangan. Penulis yakin itu tadi adalah makhluk dimensi lain kemungkinan ada keperluan. Tapi apa keperluan makhluk itu penulis belum tahu maksudnya.
Makhluk transparan dan tidak menyapa pada penulis sepertinya sebenarnya makhluk itu tahu kalau ada orang di dimensi lain, hanya mendekati pintu masuk lokasi candi, gapura pintu masuk ke areal candi itu terlihat juga transparan juga dan bentuknya lebih indah dengan relif-relief dan satu langkah lebih maju letaknya dari gapura yang sebenarnya. Malam semakin larut dan berganti suasana, tidak berapa lama penulis melihat iring-iringan makhluk dimensi lain itu keluar dari jalan sebelah warung dari kiri warung mengikuti jalan yang ada, jumlahnya lebih dari empat puluh makhluk yang terdiri dari laki dan perempuan, tidak ada anak-anak semuanya berusia dewasa dan juga tidak ada yang usianya tua. Laki-lakinya gagah dan wanitanya cantik-cantik dengan pakaiannya model masa lalu, pakaiannya seperti dari masa jaman kerajaan.
Barisannya berbaris tujuh wanita, kiri dan kanannya diiringi oleh pembawa payung laki-laki, payung sebelah kiri kuning besusun tiga dan sebelah kanan barisan payung berwarna putih susun tiga. Posisi pembawa payung berada pada lurus barisan kedua dari belakang dan yang lima berjalan lebih dulu didepan. Barisan iring-iringan upacara itu semakin dekat dan penulis berfikir mau kemana makhluk tranparan ini ? Setelah dekat dengan pintu candi barisan paling depan mengurangi kecepatannya dan yang dibelakangnya juga menyesuaikan agak pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya sangat Gembira dan ber-terimakasih atas Perhatian Anda,kritik dan saran Anda...Kami perlukan demi kemajuan Kita bersama dan Terimakasih.